Social Icons

twitterfacebookgoogle plustumblrrss feedemail

Jumat, 07 Maret 2014

Pengalaman Resusitasi Neonatal




Bismillah...

Senin 3 Maret 2014, sekitar jam setengah sepuluh pagi, datang seorang pasien hendak melahirkan ke klinik bersalin milik mamah di rumah. Mamah yang sedang bekerja di rumah sakit pun pulang untuk memeriksa pasien tersebut. Ternyata sudah pembukaan lengkap. Mamah pun langsung masuk ke kamar bersalin untuk membantu proses persalinan ibu itu.

Belum pernah sekalipun saya membantu persalinan di klinik mamah. Paling-paling hanya membantu memasang infus atau menyuntik imunisasi untuk bayi beberapa kali. Selebihnya saya enggan membantu mamah. Cukuplah saat stase obsgin saja saya berkecimpung dengan urusan itu.

Saat itu, saya sedang liburan di rumah setelah menyelesaikan UKDI (Uji Kompetensi Dokter Indonesia) dan tinggal menunggu pengumuman. Pagi itu, saya sedang merekap data pembeli di toko online saya. Tiba-tiba mamah memanggil dengan berteriak dari dalam kamar bersalin.

“Sal, sini bantuin mamah.”

Tidak biasanya mamah meminta saya membantu proses persalinan. Biasanya mamah cukup diasisteni oleh dukun bayi yang memang selalu dipanggil ketika ada pasien yang hendak melahirkan. Oya, bagi yang belum tahu, mamah saya itu seorang bidan.

Dengan masih memakai kaos dan celana sirwal 3/4, saya pun langsung menuju kamar bersalin, ternyata bayinya letak sungsang (yang keluar bokong duluan, normalnya kepala dulu) dan sudah keburu keluar. Biasanya kalau letak sungsang, mamah langsung merujuk ke Rumah Sakit sebelum pembukaannya lengkap. Tapi karena sudah keburu dalam persalinan, mamah berusaha membantu sang ibu melahirkan bayi tersebut.

Saya lihat kaki sampai bokongnya sudah berhasil dilahirkan. Namun tangan dan kepalanya belum bisa keluar.

“Bayinya sungsang, dan susah keluar. Sini bantuin mamah. Itu ambil handscoone-nya.” Kata mamah.

Saya pun langsung mengambil handscoone (sarung tangan medis) dan mulai membantu mamah.

Saya lihat cara mengejan ibunya belum benar. Saya pun mengajarkan ibunya mengejan yang benar dan memberi sedikit motivasi. Berbagai manuver pun dilakukan untuk melahirkan bayi tersebut. Kedua tangan bayi sudah berhasil keluar, tinggal kepalanya.

Dicoba berkali-kali masih belum berhasil kepala bayi tersebut keluar dari jalan lahir ibunya. Kepala bayinya macet dan tergencet di panggul ibu! Saya lihat perineumnya menegang dan menyarankan mamah melakukan episiotomi terlebih dahulu agar kepalanya lebih mudah keluar. Setelah di-epis pun masih sulit. Sang ibu juga sudah kelelahan mengejan.

Melihat kepala bayi yang sudah lama terjepit di panggul, mamah berkata ke ibu tersebut supaya bisa ikhlas nanti kalau bayinya ternyata tidak tertolong. “Sekarang yang penting kepala bayinya bisa keluar dulu”, kata mamah.

Saya lihat ibu tersebut semakin malas untuk mengejan, maka saya pun kembali memberikan semangat untuk ibunya.

“ Ini lho bu, coba nunduk, lihat sendiri, kepala anak ibu kejepit, kasihan kan. Ayo ngejan lagi yang semangat. Ayo bu ngejan” Kata saya mencoba menyemangati ibu tersebut.

Ibu tersebut mau mengejan lagi, saya memegang bagian kaki dan bokong bayi, bu dukun bayi mendorong perut sang ibu, dan mamah mencoba mengeluarkan kepalanya. Dan akhirnya, setelah bersusah payah dalam waktu yang cukup lama, lahir juga kepala bayi tersebut. Alhamdulillah.

Namun karena proses persalinan yang lama, kondisi bayi pun jelek. Bayi tersebut tidak menangis, tampak sangat biru karena kekurangan oksigen, dan terlihat sangat lemas seperti sudah meninggal.

Setelah tali pusat dipotong, saya pindahkan bayi ke ranjang sebelahnya dan bersiap melakukan neonatal resucitation (pertolongan bayi baru lahir), sedangkan mamah melanjutkan melahirkan plasenta. Mamah sebenarnya sudah pasrah kalau bayi tersebut tidak tertolong. Sang ibu pun demikian, mungkin karena ini sudah anak ke-lima yang ia lahirkan.

Saya kemudian mencoba mengecek denyut jantung bayi itu. Alhamdulillah masih teraba. Bayi tersebut masih hidup!

Walaupun masih teraba, denyut jantung bayi tersebut sangatlah lemah dan lambat, tidak lebih dari 60 kali/menit. Bayi itu juga tidak bernafas.

Oya, di klinik mamah alat-alat untuk resusitasi bayinya sangat tidak lengkap, tidak seperti yang seharusnya ada. Radiant warmer atau penghangat bayi tidak ada, jadi saya minta bu dukun cari semacam lampu belajar untuk menghangatkan bayi. Suction yang ada juga yang manual disedot sendiri. Oksigen juga sedang habis dan belum diisi, ambu bag-nya juga tidak punya, apalagi alat-alat untuk intubasi.

Pertama-tama saya suction dulu jalan nafasnya, mencoba membersihkan air ketuban yang menutupi jalan nafas bayi. Saya menstimulasi bayi dengan menggerak-gerakan dadanya agar bernafas. Setelah disuction dan distimulasi pun bayi masih belum menangis.

Karena denyut jantungnya lemah dan lambat serta tidak bernafas, seharusnya dilakukan kompresi dada dan bantuan nafas dengan ambu bag + oksigen. Namun karena ambu bag dan oksigennya tidak ada, saya hanya melakukan kompresi dada. Saya lakukan kompresi dada selama setengah menit. Saya cek denyutnya lagi, masih belum ada perubahan. Saya kompresi lagi setengah menit, dicek lagi, tapi masih belum membaik.

Saya kemudian mengambil kassa dan mengusap mulut bayi tersebut. Saya mengambil kassa lagi, dilebarkan untuk menutupi mulut bayi dan dilakukan nafas buatan mouth to mouth. Saya lihat dada bayi mengembang, artinya nafas buatan saya masuk, artinya ambu bag dan oksigennya bisa diganti dengan cara ini.

Kemudian saya minta bu dukun membantu saya. Saya ajarkan bu dukun cara kompresi dada. Saya melakukan nafas buatan lewat mulut, sedangkan bu dukun melakukan kompresi dada sesuai aba-aba dari saya. Setelah beberapa saat kami melakukan kompresi dan nafas buatan, saya cek lagi denyutnya, alhamdulillah sudah lebih dari 100 kali/menit dan sudah cukup kuat. Akan tetapi masih belum ada nafas dan masih tampak biru.

“Ini denyutnya udah bagus, tinggal nafasnya. Udah gak perlu dikompresi dada lagi”, kata saya ke bu dukun.

Saya lanjutkan dengan memberikan nafas buatan saja tiap beberapa detik sekali. Setelah beberapa saat, bayi pun mulai berubah warna dari biru menjadi pink! Alhamdulillah...

“Bayi ini masih bisa tertolong”, kata saya dalam hati.

Mamah pun selesai mengurusi sang ibu. Saya minta mamah menelepon ambulan.

Setelah dilanjutkan memberikan nafas buatan, bayi mulai memberikan respon. Matanya mulai membuka sesekali, dan dadanya mulai bergerak mencoba bernafas!

Saya lanjutkan terus memberikan nafas buatan. Bayi mulai bernafas lemah. Terdengar suara nafasnya terganggu oleh lendir, saya suction lagi jalan nafasnya. Bayi pun mulai terlihat bernafas spontan meskipun belum adekuat.

Meskipun sudah mulai bernafas, namun masih sangat lambat, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuhnya. Jadi  saya tetap memberikan nafas buatan. Setelah beberapa saat, barulah nafasnya mulai stabil dan adekuat.

Saya cek lagi denyutnya, masih di atas 100 kali/menit dan kuat, nafasnya pun sudah teratur dan adekuat. Alhamdulillah.

Saya hentikan proses resusitasi. Saya selimuti bayi dengan kain agar hangat sambil tetap diawasi. Tidak lama kemudian ambulan pun datang.

Saya langsung menggendong bayi, dan membawanya masuk ke ambulan. Mamah dan beberapa keluarga pasien juga ikut naik. Saya kemudian memasang oksigen yang tersedia di dalam ambulan tersebut untuk membantu bayi bernafas lebih baik lagi. Setelah perjalanan sekitar 10-15 menit, kami pun tiba di RSUD Arjawinangun, Kab. Cirebon. Rumah sakit tempat mamah bekerja.

Saya gendong kembali bayi tersebut keluar dari ambulan menuju IGD Rumah Sakit. Saat itu saya masih memakai kaos penuh keringat, celana sirwal, dan tangan yang masih mengenakan handscoone yang tampak kotor karena air ketuban dan darah.Tapi ternyata alat-alat di IGD-nya tidak siap, jadi langsung dipersilahkan dokter jaga untuk dibawa ke ruang perinatologi saja.

Di ruang perina yang merupakan ruang untuk bayi baru lahir yang butuh perawatan khusus, saya menyerahkan bayi ke perawat di ruang tersebut. Bayi itu kemudian langsung diletakkan di radiant warmer, diberi oksigen, dan diperiksa oleh dokter jaga. Setelah itu, bayi diinfus dan diberikan penanganan lebih lanjut. Tidak lama kemudian terdengar bayi tersebut sudah menangis.

Alhamdulillah. Tugas saya selesai. Senang sekali rasanya bisa menolong bayi tersebut (dengan izin Allah tentunya) dari yang awalnya kritis sehingga bisa menjadi lebih baik kondisinya. Semoga bayi itu bisa bertahan hidup. Saya juga senang karena ilmu kedokteran yang sudah saya pelajari bisa diterapkan dan bisa berguna.

I really love this job...

Rahadian Faisal
Jumat, 6 Jumadil Awal, 7 Maret 2014 @ Rumah Tercinta, Cirebon

2 komentar:

  1. Keren banget sih mas, Ajariiin dooong #eh hahaha.... bisa apa saya dengan resistor dan kapasitor plus solder kalau berhadapan dengan situasi kaya gitu hahah :p

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha... bikin alat2 kesehatan yang canggih dan aplikatif kan bisa...

      *akhirnya balas komen setelah hampir 2 bulan

      Hapus