Bismillah...
Senin 3 Maret 2014, sekitar jam setengah sepuluh pagi,
datang seorang pasien hendak melahirkan ke klinik bersalin milik mamah di
rumah. Mamah yang sedang bekerja di rumah sakit pun pulang untuk memeriksa
pasien tersebut. Ternyata sudah pembukaan lengkap. Mamah pun langsung masuk ke
kamar bersalin untuk membantu proses persalinan ibu itu.
Belum pernah sekalipun saya membantu persalinan di klinik
mamah. Paling-paling hanya membantu memasang infus atau menyuntik imunisasi
untuk bayi beberapa kali. Selebihnya saya enggan membantu mamah. Cukuplah saat
stase obsgin saja saya berkecimpung dengan urusan itu.
Saat itu, saya sedang liburan di rumah setelah menyelesaikan
UKDI (Uji Kompetensi Dokter Indonesia) dan tinggal menunggu pengumuman. Pagi itu,
saya sedang merekap data pembeli di toko online saya. Tiba-tiba mamah
memanggil dengan berteriak dari dalam kamar bersalin.
“Sal, sini bantuin mamah.”
Tidak biasanya mamah meminta saya membantu proses
persalinan. Biasanya mamah cukup diasisteni oleh dukun bayi yang memang selalu
dipanggil ketika ada pasien yang hendak melahirkan. Oya, bagi yang belum tahu,
mamah saya itu seorang bidan.
Dengan masih memakai kaos dan celana sirwal 3/4, saya pun
langsung menuju kamar bersalin, ternyata bayinya letak sungsang (yang keluar
bokong duluan, normalnya kepala dulu) dan sudah keburu keluar. Biasanya kalau
letak sungsang, mamah langsung merujuk ke Rumah Sakit sebelum pembukaannya
lengkap. Tapi karena sudah keburu dalam persalinan, mamah berusaha membantu sang
ibu melahirkan bayi tersebut.
Saya lihat kaki sampai bokongnya sudah berhasil dilahirkan.
Namun tangan dan kepalanya belum bisa keluar.
“Bayinya sungsang, dan susah keluar. Sini bantuin mamah. Itu
ambil handscoone-nya.” Kata mamah.
Saya pun langsung mengambil handscoone (sarung tangan medis)
dan mulai membantu mamah.
Saya lihat cara mengejan ibunya belum benar. Saya pun
mengajarkan ibunya mengejan yang benar dan memberi sedikit motivasi. Berbagai
manuver pun dilakukan untuk melahirkan bayi tersebut. Kedua tangan bayi sudah
berhasil keluar, tinggal kepalanya.
Dicoba berkali-kali masih belum berhasil kepala bayi
tersebut keluar dari jalan lahir ibunya. Kepala bayinya macet dan tergencet di
panggul ibu! Saya lihat perineumnya menegang dan menyarankan mamah melakukan episiotomi
terlebih dahulu agar kepalanya lebih mudah keluar. Setelah di-epis pun masih
sulit. Sang ibu juga sudah kelelahan mengejan.
Melihat kepala bayi yang sudah lama terjepit di panggul,
mamah berkata ke ibu tersebut supaya bisa ikhlas nanti kalau bayinya ternyata
tidak tertolong. “Sekarang yang penting kepala bayinya bisa keluar dulu”, kata
mamah.
Saya lihat ibu tersebut semakin malas untuk mengejan, maka
saya pun kembali memberikan semangat untuk ibunya.
“ Ini lho bu, coba nunduk, lihat sendiri, kepala anak ibu
kejepit, kasihan kan. Ayo ngejan lagi yang semangat. Ayo bu ngejan” Kata saya
mencoba menyemangati ibu tersebut.
Ibu tersebut mau mengejan lagi, saya memegang bagian kaki
dan bokong bayi, bu dukun bayi mendorong perut sang ibu, dan mamah mencoba
mengeluarkan kepalanya. Dan akhirnya, setelah bersusah payah dalam waktu yang
cukup lama, lahir juga kepala bayi tersebut. Alhamdulillah.
Namun karena proses persalinan yang lama, kondisi bayi pun
jelek. Bayi tersebut tidak menangis, tampak sangat biru karena kekurangan
oksigen, dan terlihat sangat lemas seperti sudah meninggal.
Setelah tali pusat dipotong, saya pindahkan bayi ke ranjang
sebelahnya dan bersiap melakukan neonatal resucitation (pertolongan bayi baru
lahir), sedangkan mamah melanjutkan melahirkan plasenta. Mamah sebenarnya sudah
pasrah kalau bayi tersebut tidak tertolong. Sang ibu pun demikian, mungkin
karena ini sudah anak ke-lima yang ia lahirkan.
Saya kemudian mencoba mengecek denyut jantung bayi itu.
Alhamdulillah masih teraba. Bayi tersebut masih hidup!
Walaupun masih teraba, denyut jantung bayi tersebut
sangatlah lemah dan lambat, tidak lebih dari 60 kali/menit. Bayi itu juga tidak
bernafas.
Oya, di klinik mamah alat-alat untuk resusitasi bayinya
sangat tidak lengkap, tidak seperti yang seharusnya ada. Radiant warmer atau
penghangat bayi tidak ada, jadi saya minta bu dukun cari semacam lampu belajar
untuk menghangatkan bayi. Suction yang ada juga yang manual disedot sendiri.
Oksigen juga sedang habis dan belum diisi, ambu bag-nya juga tidak punya,
apalagi alat-alat untuk intubasi.
Pertama-tama saya suction dulu jalan nafasnya, mencoba
membersihkan air ketuban yang menutupi jalan nafas bayi. Saya menstimulasi bayi
dengan menggerak-gerakan dadanya agar bernafas. Setelah disuction dan distimulasi
pun bayi masih belum menangis.
Karena denyut jantungnya lemah dan lambat serta tidak
bernafas, seharusnya dilakukan kompresi dada dan bantuan nafas dengan ambu bag
+ oksigen. Namun karena ambu bag dan oksigennya tidak ada, saya hanya melakukan
kompresi dada. Saya lakukan kompresi dada selama setengah menit. Saya cek
denyutnya lagi, masih belum ada perubahan. Saya kompresi lagi setengah menit,
dicek lagi, tapi masih belum membaik.
Saya kemudian mengambil kassa dan mengusap mulut bayi
tersebut. Saya mengambil kassa lagi, dilebarkan untuk menutupi mulut bayi dan
dilakukan nafas buatan mouth to mouth. Saya lihat dada bayi mengembang, artinya
nafas buatan saya masuk, artinya ambu bag dan oksigennya bisa diganti dengan
cara ini.
Kemudian saya minta bu dukun membantu saya. Saya ajarkan bu
dukun cara kompresi dada. Saya melakukan nafas buatan lewat mulut, sedangkan bu
dukun melakukan kompresi dada sesuai aba-aba dari saya. Setelah beberapa saat
kami melakukan kompresi dan nafas buatan, saya cek lagi denyutnya,
alhamdulillah sudah lebih dari 100 kali/menit dan sudah cukup kuat. Akan tetapi
masih belum ada nafas dan masih tampak biru.
“Ini denyutnya udah bagus, tinggal nafasnya. Udah gak perlu
dikompresi dada lagi”, kata saya ke bu dukun.
Saya lanjutkan dengan memberikan nafas buatan saja tiap
beberapa detik sekali. Setelah beberapa saat, bayi pun mulai berubah warna dari
biru menjadi pink! Alhamdulillah...
“Bayi ini masih bisa tertolong”, kata saya dalam hati.
Mamah pun selesai mengurusi sang ibu. Saya minta mamah
menelepon ambulan.
Setelah dilanjutkan memberikan nafas buatan, bayi mulai
memberikan respon. Matanya mulai membuka sesekali, dan dadanya mulai bergerak
mencoba bernafas!
Saya lanjutkan terus memberikan nafas buatan. Bayi mulai
bernafas lemah. Terdengar suara nafasnya terganggu oleh lendir, saya suction
lagi jalan nafasnya. Bayi pun mulai terlihat bernafas spontan meskipun belum
adekuat.
Meskipun sudah mulai bernafas, namun masih sangat lambat,
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuhnya. Jadi saya tetap memberikan nafas buatan. Setelah
beberapa saat, barulah nafasnya mulai stabil dan adekuat.
Saya cek lagi denyutnya, masih di atas 100 kali/menit dan
kuat, nafasnya pun sudah teratur dan adekuat. Alhamdulillah.
Saya hentikan proses resusitasi. Saya selimuti bayi dengan
kain agar hangat sambil tetap diawasi. Tidak lama kemudian ambulan pun datang.
Saya langsung menggendong bayi, dan membawanya masuk ke
ambulan. Mamah dan beberapa keluarga pasien juga ikut naik. Saya kemudian
memasang oksigen yang tersedia di dalam ambulan tersebut untuk membantu bayi
bernafas lebih baik lagi. Setelah perjalanan sekitar 10-15 menit, kami pun tiba
di RSUD Arjawinangun, Kab. Cirebon. Rumah sakit tempat mamah bekerja.
Saya gendong kembali bayi tersebut keluar dari ambulan
menuju IGD Rumah Sakit. Saat itu saya masih memakai kaos penuh keringat, celana
sirwal, dan tangan yang masih mengenakan handscoone yang tampak kotor karena
air ketuban dan darah.Tapi ternyata alat-alat di IGD-nya tidak siap, jadi
langsung dipersilahkan dokter jaga untuk dibawa ke ruang perinatologi saja.
Di ruang perina yang merupakan ruang untuk bayi baru lahir
yang butuh perawatan khusus, saya menyerahkan bayi ke perawat di ruang
tersebut. Bayi itu kemudian langsung diletakkan di radiant warmer, diberi
oksigen, dan diperiksa oleh dokter jaga. Setelah itu, bayi diinfus dan
diberikan penanganan lebih lanjut. Tidak lama kemudian terdengar bayi tersebut
sudah menangis.
Alhamdulillah. Tugas saya selesai. Senang sekali rasanya
bisa menolong bayi tersebut (dengan izin Allah tentunya) dari yang awalnya
kritis sehingga bisa menjadi lebih baik kondisinya. Semoga bayi itu bisa
bertahan hidup. Saya juga senang karena ilmu kedokteran yang sudah saya pelajari
bisa diterapkan dan bisa berguna.
I really love this job...
Rahadian Faisal
Jumat, 6 Jumadil Awal, 7 Maret 2014 @ Rumah Tercinta,
Cirebon
Keren banget sih mas, Ajariiin dooong #eh hahaha.... bisa apa saya dengan resistor dan kapasitor plus solder kalau berhadapan dengan situasi kaya gitu hahah :p
BalasHapusHahaha... bikin alat2 kesehatan yang canggih dan aplikatif kan bisa...
Hapus*akhirnya balas komen setelah hampir 2 bulan