Social Icons

twitterfacebookgoogle plustumblrrss feedemail

Minggu, 03 April 2011

10 Alasan untuk (Tidak) Pacaran [2]



4.      Supaya Bersemangat Sekolah/Kuliah
Alasan lain yang menyebabkan seorang pemuda berpacaran adalah agar ia bersemangat sekolah atau kuliah. Alasan ini hanyalah alasan yang dibuat-buat. Memang jika sang pacar satu sekolah atau satu kampus, apalagi satu kelas, bisa membuat seseorang bersemangat berangkat ke sekolah atau ke kampus dan rasanya bergairah untuk belajar.
Tapi, apakah semangat itu benar-benar semangat untuk belajar? Akankah ia bisa fokus pada materi yang sedang diajarkan?
Ternyata semangat tersebut hanyalah semangat untuk bertemu dengan sang kekasih. Semangat yang sangat rapuh. Jika sang kekasih tak hadir atau mereka berdua sedang ada masalah, pasti semangatnya akan menurun drastis. Ia pun tidak akan bisa berkonsentrasi penuh dengan materi yang diajarkan. Isi kepalanya sudah penuh dengan memori tentang sang kekasih hati. Akibatnya prestasi orang-orang yang berpacaran biasanya anjlok. Jika pun ada orang yang pacaran tapi prestasinya tetap bagus, berarti orang tersebut memang dari sananya pintar. Tapi saya yakin jika orang itu tidak pacaran, prestasinya pasti jauh lebih bagus.
Maka, marilah kita menggantungkan semangat kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Dzat yang telah memberikan kita nikmat yang tak terhitung jumlahnya.
5.      Buat Senang-Senang
Setiap manusia pasti menginginkan kebahagiaan. Akan tetapi, banyak manusia yang tidak mengerti hakikat kebahagiaan itu sendiri sehingga mencari jalan-jalan yang diharamkan oleh syari’at dalam memperoleh kebahagiaan. Salah satunya dengan pacaran.
Aktivitas pacaran pasti tidak jauh-jauh dari perbuatan saling memandang, berdua-duaan, berpegangan tangan, bahkan lebih dari itu. Naudzu billahi min dzalika...
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“...Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim no. 6925)
Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali jika bersama mahromnya.” (HR. Bukhari, no. 5233)
Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi, (itu) masih lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Thabrani dengan sanad hasan)
Hadits-hadits tersebut sudah cukup menunjukkan kalau kebahagiaan yang didapatkan dari pacaran bukanlah kebahagiaan yang diridhoi Allah ta’ala.
Lantas, kebahagiaan sejati itu apa? Bagaimana cara mewujudkannya?
Kebahagiaan sejati itu terletak di dalam hati. Cara mewujudkannya yaitu dengan melakukan ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, selalu merasa cukup atas segala yang diberikan Allah pada kita, dan tidak lupa berdzikir mengingat Allah.
Allah Ta’ala berfirman,
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.” (QS. An Nahl: 97).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Yang namanya kaya (ghina’) bukanlah dengan banyaknya harta (atau banyaknya kemewahan dunia). Namun yang namanya ghina’ adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Allah Ta’ala berfirman,
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (Ar-Ra’d:28)

Maka, marilah kita mencari kebahagiaan yang sejati, bukan kebahagiaan semu yang sesaat.
6.      Pembuktian Diri
Sebagai makhluk sosial, manusia menginginkan dirinya diakui oleh lingkungannya.  Ia tidak ingin dianggap dirinya tidak normal (baca: homoseksual) karena tidak pernah pacaran. Ia juga tidak ingin dianggap dirinya tidak laku karena tidak pernah pacaran. Oleh karena itu, ia menjadikan pacaran sebagai pembuktian bahwa dirinya normal dan ada yang mau. Bahkan ada yang menganggap semakin banyak pacaran berarti semakin laku. Astaghfirullah...
Cukuplah kita menunjukkan diri kita normal dengan tidak berpacaran. Cukuplah kita menunjukkan diri kita normal dengan tidak mengumbar pandangan. Karena kita normal maka kita tidak pacaran. Karena kita normal maka kita tidak mengumbar pandangan.
Biarlah nanti kita buktikan diri kita normal saat kita menikah. Biarlah kita buktikan diri kita ada yang mau saat kita menikah nanti.
7.      Membuktikan kedewasaan
Ada juga yang berpacaran karena ingin dianggap dewasa, bukan anak-anak lagi. Seseorang yang telah memasuki masa pubertas memang tidak ingin dianggap sebagai anak-anak lagi. Akan tetapi, cara pembuktian yang salah, yaitu dengan berpacaran, sama sekali tidak menunjukkan kedewasaan.
Apakah pacaran yang isinya hanya bersenang-senang saja tanpa ada ikatan yang didasari tanggung jawab merupakan suatu hal yang menunjukkan kedewasaan?
Kedewasaan tidak hanya dilihat dari perubahan fisik, tapi juga dari cara berpikir dan berperilaku. Orang yang bersikap dewasa pasti akan menimbang baik buruknya suatu perbuatan, termasuk pacaran. Bahkan pacaran itu seperti tingkah laku anak-anak, hanya ingin bersenang-senang saja, belum mau memikul tanggung jawab.

-bersambung lagi, insya Allah-


menjelang maghrib, saat turun hujan, 29 Rabiu tsani 1432 H, 3 April 2011, @Wisma Darus Shalihin
artikel rahadianfaisal.blogspot.com


Lanjutan:
-10 Alasan untuk (Tidak) Pacaran [3, selesai]

3 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  2. @Rudi: 1. Setiap muslim yang masih berakal sehat pasti meyakini kalau pacaran itu merupakan suatu sarana mendekati zina.
    2. Orang yang berpacaran umumnya saling memandang, berduaan, dan saling menyentuh. Kaedah fiqh mengatakan, al Hukmu lil ghalib, status hukum itu diberikan pada kondisi dominan yang ada pada sesuatu. Maka jelaslah keharaman pacaran.

    BalasHapus
  3. Banyak kalangan kaum muslimin yang masih berpandangan, bahwa pacaran itu sah-sah saja, asalkan tetap menjaga diri masing-masing. Ungkapan itu ibarat kalimat, “Mandi boleh, asal jangan basah.” Ungkapan yang hakikatnya tidak berwujud. Karena berpacaran itu sendiri, dalam makna apapun yang dipahami orang-orang sekarang ini, tidaklah dibenarkan dalam Islam.

    Bila kemudian ada istilah pacaran yang Islami, sama halnya dengan memaksakan adanya istilah, meneggak minuman keras yang Islami. Mungkin, karena minuman keras itu di tenggak di dalam masjid. Atau zina yang Islami, judi yang Islami, dan sejenisnya. Kalaupun ada aktivitas tertentu yang halal, kemudian di labeli nama-nama perbuatan haram tersebut, jelas terlalu dipaksakan, dan sama sekali tidak bermanfaat.
    (http://rumaysho.com/belajar-islam/keluarga/1622-cinta-bukanlah-disalurkan-lewat-pacaran-.html)

    BalasHapus