Social Icons

twitterfacebookgoogle plustumblrrss feedemail

Sabtu, 07 Mei 2011

Faidah Hadits ‘Itban


Faidah Hadits ‘Itban
(Kitabut Tauhid, Bab “Keutamaan Tauhid dan Dosa-dosa yang diampuni karenanya”) 

Dibuat untuk memenuhi tugas ma'had al-Ilmi...

ولهما في حديث: عتبان ((فإن الله حرم على النار من قال: لا إله إلا الله يبتغي بذلك وجه الله))
... Dan keduanya (Imam al-Bukhari dan Imam Muslim) meriwayatkan juga dalam Hadits ‘Itban:
“Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala mengharamkan neraka bagi orang yang mengatakan: Laa Ilaaha Illallah (Tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah) yang dengannya ia hanya mengharapkan wajah Allah semata.”


Penjelasan Kata:
Dia adalah Itban bin Malik bin Amr bin Al-Ajlani Al-Anshari dari Bani Salim bin     : عتبان
Auf, seorang sahabat yang terkenal, meninggal pada masa kekhalifahan
Mu’awiyah        
                               
Dari Al-Bukhari dan Muslim, keduanya meriwayatkan hadits ini juga                     : ولهما
Allah menghindarkannya untuk memasuki neraka                                                 : حرم على النار
Diucapkan dengan lisan, diketahui maknanya, dan diamalkan konsekuensinya    : قال لا إله إلا الله
Menuntut, mengharapkan                                                                                       : يبتغي

Penjelasan Hadits:
Hadits tersebut mengabarkan kita bahwasanya Allah subhanahu wa ta’ala menghindarkan dari adzab neraka setiap orang yang mentauhidkan Allah dan beramal dengan konsekuensi tauhidnya dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah, tidak riya’ dan tidak sum’ah.
Yang  dimaksud dengan perkataan Laa Ilaaha Illallah di atas adalah perkataan yang memenuhi syarat dan rukunnya, serta melaksanakan konsekuensi-konsekuensinya. Hal ini karena dalam hadits di atas disebutkan “dengan mengharapkan (pahala melihat) wajah Allah” yang menunjukkan adanya keikhlasan. Sedangkan ikhlas merupakan salah satu syarat sah Laa Ilaaha Illallah. Maka barangsiapa yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah dan memenuhi criteria di atas, maka dialah ahli tauhid, dan dia pasti akan terbebas dari api neraka. Adapun makna terbebas dari api neraka ada dua bentuk, yaitu:
  1. Bebas yang berarti tidak pernah masuk neraka sama sekali.
  2. Bebas yang berarti keluar dari api neraka setelah memasukinya terlebih dahulu.

Dengan demikian, ada tiga kemungkinan yang akan dihadapi oleh ahli tauhid di akhirat kelak, yaitu:
  1. Menghadap Allah ta’ala dalam keadaan bersih dari seluruh dosa, maka dia langsung masuk surga tanpa hisab
  2. Menghadap Allah ta’ala dalam keadaan membawa dosa-dosa, akan tetapi Allah ta’ala mengampuninya. Maka dia langsung masuk surga. Atau kalau ternyata timbangan tauhidnya lebih berat daripada dosa-dosanya, maka dia juga langsung masuk surga.
  3. Menghadap Allah ta’ala dalam keadaan membawa dosa-dosa, akan tetapi Allah tidak mengampuninya. Maka ia diadzab di dalam neraka sesuai dengan kadar dosanya, kemudian dikeluarkan dari api neraka.

Faidah-faidah:
  1.  Tidak masuk neraka siapa saja yang mengikhlaskan tauhid kepada Allah
  2. Tidak diterima perkataan dan perbuatan kecuali dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah semata dan dengan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  3. Bahwasanya tidaklah cukup dikatakan beriman orang yang mengucapkan apa yang bukan merupakan keyakinan hati seperti halnya orang munafik.
  4. Bahwasanya tidaklah cukup dikatakan beriman keyakinan yang tidak diucapkan seperti halnya orang yang tidak mengakui keimanan mereka
  5. Bahwasanya barangsiapa yang mengatakan Laa Ilaaha Illallah akan tetapi dia juga berdoa/beribadah kepada selain Allah maka tidak akan bermanfaat perkataannya tersebut seperti halnya para penyembah kubur. Saat mereka mengatakan Laa Ilaaha Illallah meraka juga berdoa/beribadah kepada orang yang sudah meninggal dan mereka mendekatkan diri kepada orang yang sudah meninggal itu.
  6. Penetapan sifat “Wajah” bagi Allah ta’ala sesuai dengan keindahan dan keagungan-Nya.


Referensi:
  • Al-Jadid fii Syarh Kitab at-Tauhid, Syaikh Muhammad bin Abdul Aziz As-Sulaiman Al-Qar’awi, e-book.
  •  Al-Mulakhas fii Syarh Kitab at-Tauhid, Syaikh DR. Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan, e-book.
  •  Mutiara Faidah Kitab At-Tauhid, Ust. Abu Isa Abdullah bin Salam, Penerbit Pustaka Muslim.
Selesai ditulis pagi hari, 4 Jumadil Tsani 1432 H, 7 Mei 2011, @Wisma Darus Shalihin
artikel rahadianfaisal.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar