Social Icons

twitterfacebookgoogle plustumblrrss feedemail

Rabu, 06 Februari 2013

12 Alasan untuk Tidak Bermaksiat [bagian 1]



Bismillah...

Sebagai seorang manusia, kita pastilah tidak luput dari berbuat kemaksiatan kepada Allah. Sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Setiap anak Adam pasti sering melakukan dosa dan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang berdosa adalah orang yang rajin bertaubat”. (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, hasan).

Agar perbuatan dosa dan maksiat yang kita lakukan tidak terus menerus kita ulangi lagi, hendaknya kita mengingat 12 hal berikut.

1. Allah Maha Mengetahui, Maha Melihat, dan Maha Mendengar

Termasuk di dalam sifat-sifat Allah yang wajib kita yakini yaitu Allah Maha Mengetahui, Allah Maha Melihat, dan Allah Maha Mendengar. Tidak ada suatu perbuatan pun yang kita lakukan melainkan Allah mengetahuinya. Kita harus menanamkan sikap muraqabah dalam dada kita yaitu merasa selalu diawasi oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Ingatlah, ilmu Allah selalu beserta hamba-Nya di manapun ia berada.

“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. asy-Syura: 11)

“ ... Dan Dia selalu bersama kalian di manapun kalian berada, dan Allah Maha Melihat segala sesuatu yang kalian lakukan” (QS. al Hadiid : 4)

“Dialah Allah Yang Mengetahui mata yang berkhianat dan segala yang tersembunyi dalam dada” (QS. Al-Mu’min :19)

Bagaimana perasaan kita, jika kita sedang bermaksiat kemudian diketahui oleh orangtua kita, oleh guru-guru kita, atau oleh teman-teman kita yang shalih? Tentu kita merasa sangat malu. Maka demikian pula seharusnya sikap kita terhadap Allah. Seharusnya kita malu jika kita bermaksiat sedangkan Allah pasti mendengarnya, pasti melihatnya, dan pasti mengetahuinya.


2. Mengingat kematian dan kerasnya siksa di dalam neraka

Jika timbul dalam benak kita keinginan untuk bermaksiat, ingatlah bahwa kematian bisa datang kapan saja tanpa kita duga sebelumnya, termasuk saat kita sedang bermaksiat. Bisa jadi saat kita sedang bermaksiat, saat itu juga nyawa kita dicabut. Naudzubillahi min dzalik.

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.” (QS. Al-Anbiya’:35)

“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (QS.  an-Nisa’:78)

“Hendaknya kita berhati-hati terhadap kematian yang datang mendadak.
Sesungguhnya di antara tanda-tanda hari kiamat adalah…munculnya kematian mendadak.” (HR. Thobaroni, dihasankan oleh Syeikh Al-Albani di dalam Shohih Al-Jami, no. 5775)

Kita juga harus mengingat bahwa setelah kematian, kita tidak dibiarkan begitu saja. Namun kita akan dimintai pertanggungjawaban atas amal perbuatan kita selama di dunia.

“Katakanlah: Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Al Jumu’ah: 8)

“Karena sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan dimintai pertanggungjawaban.” (QS. al-Isra`: 36)

Setelah perhitungan amal, terdapat dua tempat kembali bagi manusia, yaitu surga atau neraka. Tidak ada pilihan ketiga. Kita tidak tahu apakah amal perbuatan kita cukup untuk memasukkan kita ke surga atau malah akan memasukkan kita ke neraka.

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun.” (QS. Ali Imran : 192)

“Sesungguhnya jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman.” (QS. Furqan : 66)

Maka sudah sepantasnya bagi kita sebagai orang yang beriman untuk merenungi hal ini agar kita tidak bermudah-mudah dalam berbuat maksiat.

3. Bermaksiat merupakan tanda kufur nikmat

Tak terhitung jumlahnya nikmat yang telah Allah berikan kepada kita. Mulai dari nikmat iman, nikmat rizki, nikmat kesehatan, nikmat keamanan, nikmat keluarga, dan berbagai macam nikmat lainnya yang tidak bisa kita hitung jumlahnya.

“Dan jika kalian menghitung nikmat Allah niscaya kalian tidak akan sanggup.” (An-Nahl: 18)

“Dan nikmat apapun yang kalian dapatkan adalah datang dari Allah.” (An-Nahl: 53)

Kita harus mensyukuri segala nikmat yang telah Allah karuniakan kepada kita. Kita harus bersyukur dengan hati, lisan, dan perbuatan kita. Bersyukur dengan hati yaitu dengan meyakini segala nikmat yang kita peroleh berasal dari Allah, mencintai Allah karenanya, dan bertekad untuk menggunakan nikmat itu di jalan yang Allah ridhai. Bersyukur dengan lisan yaitu dengan memuji Allah atas nikmat yang telah Ia berikan. Bersyukur dengan perbuatan yaitu dengan mempergunakan nikmat Allah tersebut di jalan yang Allah ridhai dan tidak mempergunakannya untuk bermaksiat kepada Allah.

Dengan bermaksiat berarti kita telah kufur terhadap nikmat Allah subhanahu wa ta’ala.
“Dan (ingatlah juga) ketika Robb kalian mengatakan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka ketahuilah sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih’.” (QS. Ibrahim: 7)

4. Setiap maksiat akan mendatangkan maksiat berikutnya

Setiap maksiat akan mendatangkan maksiat berikutnya jika tidak diiringi dengan taubat. Hal ini sesuai dengan realita yang ada. Orang yang melakukan suatu maksiat akan mudah melakukan maksiat-maksiat berikutnya. Setan akan semakin mudah menjerumuskannya ke dalam jurang kemaksiatan yang lebih dalam lagi sehingga pada akhirnya ia tenggelam dalam rangkaian kemaksiatan yang pernah ia lakukan.

Maka segeralah bertaubat dengan taubat yang sebenar-benarnya. Putuslah rantai kemaksiatan itu. Kembalilah kepada Allah rabb semesta alam. Bertaubatlah, sebelum anda terjerumus lebih dalam lagi. Bertaubatlah, sebelum anda semakin sulit keluar dari jurang kemaksiatan yang anda buat sendiri.

5. Kenikmatan yang didapatkan ketika bermaksiat adalah kenikmatan yang semu dan sementara

Rasa nikmat yang dirasakan ketika seseorang sedang bermaksiat adalah kenikmatan dan kebahagiaan yang semu. Jika kita perhatikan para pelaku maksiat, maka akan kita dapatkan hidup mereka tidak tenang, jauh dari kebahagiaan yang sejati. Kebahagiaan yang sejati letaknya di dalam hati. Allah Sang Pemilik hati-lah yang mengetahui hakikat dari kebahagiaan yang sebenarnya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. an-Nahl: 97)

Kebahagiaan yang sejati ada dalam keimanan dan amal shalih. Semakin bertambah keimanan kita, semakin besar pula kebahagiaan kita. Semakin rajin kita beramal shalih ikhlas karena Allah, semakin banyak pula kebahagiaan yang kita rasakan. Kebahagiaan sejati juga dapat diraih dengan banyak-banyak berdzikir mengingat Allah. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman

“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (QS. ar-Ra’du:28)

Sebaliknya, jika kita disibukkan dengan kemaksiatan dan semakin jarang mengingat Allah, maka dapat dipastikan kebahagiaan yang sejati tidak dapat kita rasakan. Yang ada hanya rasa was-was, gelisah, dan ketidak nyamanan dalam jiwa.

6. Maksiat dapat mengurangi kadar keimanan

Sesuai dengan keyakinan ahlus sunnah wal jama’ah, Iman dapat bertambah dan berkurang. Bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Setiap maksiat yang dilakukan oleh seseorang akan melemahkan kadar keimanannya.

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullahu ta’ala dalam Syarah Lum’atil I’tiqad mengatakan: “Dan iman itu bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.”

- bersambung, insya Allah -

Disempurnakan di Wisma Darush Shalihin, Yogyakarta, 6 Februari 2013, 21.00 WIB



2 komentar: