Bismillah...
Sebagai
seorang manusia, kita pastilah tidak luput dari berbuat kemaksiatan kepada
Allah. Sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam,
“Setiap anak Adam pasti sering melakukan dosa dan kesalahan, dan
sebaik-baik orang yang berdosa adalah orang yang rajin bertaubat”. (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, hasan).
Agar
perbuatan dosa dan maksiat yang kita lakukan tidak terus menerus kita ulangi
lagi, hendaknya kita mengingat 12 hal berikut.
1. Allah Maha Mengetahui, Maha Melihat, dan Maha Mendengar
Termasuk
di dalam sifat-sifat Allah yang wajib kita yakini yaitu Allah Maha Mengetahui,
Allah Maha Melihat, dan Allah Maha Mendengar. Tidak ada suatu perbuatan pun
yang kita lakukan melainkan Allah mengetahuinya. Kita harus menanamkan sikap
muraqabah dalam dada kita yaitu merasa selalu diawasi oleh Allah subhanahu
wa ta’ala. Ingatlah, ilmu Allah selalu beserta hamba-Nya di manapun ia
berada.
“Tidak ada sesuatu pun yang
serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. asy-Syura:
11)
“ ... Dan Dia selalu bersama
kalian di manapun kalian berada, dan Allah Maha Melihat segala sesuatu yang
kalian lakukan” (QS. al Hadiid : 4)
“Dialah Allah Yang Mengetahui
mata yang berkhianat dan segala yang tersembunyi dalam dada” (QS. Al-Mu’min
:19)
Bagaimana
perasaan kita, jika kita sedang bermaksiat kemudian diketahui oleh orangtua
kita, oleh guru-guru kita, atau oleh teman-teman kita yang shalih? Tentu kita
merasa sangat malu. Maka demikian pula seharusnya sikap kita terhadap Allah.
Seharusnya kita malu jika kita bermaksiat sedangkan Allah pasti mendengarnya,
pasti melihatnya, dan pasti mengetahuinya.
2. Mengingat kematian dan kerasnya siksa di dalam neraka
Jika
timbul dalam benak kita keinginan untuk bermaksiat, ingatlah bahwa kematian
bisa datang kapan saja tanpa kita duga sebelumnya, termasuk saat kita sedang
bermaksiat. Bisa jadi saat kita sedang bermaksiat, saat itu juga nyawa kita
dicabut. Naudzubillahi min dzalik.
“Tiap-tiap yang berjiwa akan
merasakan mati.” (QS. Al-Anbiya’:35)
“Di mana saja kamu berada,
kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi
lagi kokoh.” (QS. an-Nisa’:78)
“Hendaknya kita berhati-hati
terhadap kematian yang datang mendadak.
Sesungguhnya di antara
tanda-tanda hari kiamat adalah…munculnya kematian mendadak.” (HR. Thobaroni, dihasankan oleh
Syeikh Al-Albani di dalam Shohih Al-Jami, no. 5775)
Kita
juga harus mengingat bahwa setelah kematian, kita tidak dibiarkan begitu saja.
Namun kita akan dimintai pertanggungjawaban atas amal perbuatan kita selama di
dunia.
“Katakanlah:
Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian
itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada yang mengetahui
yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan.”
(QS. Al
Jumu’ah: 8)
“Karena
sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan dimintai pertanggungjawaban.”
(QS. al-Isra`: 36)
Setelah perhitungan amal, terdapat dua tempat kembali bagi manusia, yaitu
surga atau neraka. Tidak ada pilihan ketiga. Kita tidak tahu apakah amal perbuatan
kita cukup untuk memasukkan kita ke surga atau malah akan memasukkan kita ke
neraka.
“Ya Tuhan kami,
sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh
telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang
penolongpun.” (QS. Ali Imran : 192)
“Sesungguhnya
jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman.” (QS. Furqan :
66)
Maka
sudah sepantasnya bagi kita sebagai orang yang beriman untuk merenungi hal ini
agar kita tidak bermudah-mudah dalam berbuat maksiat.
3. Bermaksiat merupakan tanda kufur nikmat
Tak
terhitung jumlahnya nikmat yang telah Allah berikan kepada kita. Mulai dari
nikmat iman, nikmat rizki, nikmat kesehatan, nikmat keamanan, nikmat keluarga,
dan berbagai macam nikmat lainnya yang tidak bisa kita hitung jumlahnya.
“Dan jika kalian menghitung
nikmat Allah niscaya kalian tidak akan sanggup.” (An-Nahl: 18)
“Dan nikmat apapun yang kalian
dapatkan adalah datang dari Allah.” (An-Nahl: 53)
Kita
harus mensyukuri segala nikmat yang telah Allah karuniakan kepada kita. Kita
harus bersyukur dengan hati, lisan, dan perbuatan kita. Bersyukur dengan hati
yaitu dengan meyakini segala nikmat yang kita peroleh berasal dari Allah,
mencintai Allah karenanya, dan bertekad untuk menggunakan nikmat itu di jalan
yang Allah ridhai. Bersyukur dengan lisan yaitu dengan memuji Allah atas nikmat
yang telah Ia berikan. Bersyukur dengan perbuatan yaitu dengan mempergunakan
nikmat Allah tersebut di jalan yang Allah ridhai dan tidak mempergunakannya
untuk bermaksiat kepada Allah.
Dengan
bermaksiat berarti kita telah kufur terhadap nikmat Allah subhanahu wa
ta’ala.
“Dan (ingatlah juga) ketika
Robb kalian mengatakan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan
menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka
ketahuilah sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih’.” (QS. Ibrahim: 7)
4. Setiap maksiat akan mendatangkan maksiat berikutnya
Setiap
maksiat akan mendatangkan maksiat berikutnya jika tidak diiringi dengan taubat.
Hal ini sesuai dengan realita yang ada. Orang yang melakukan suatu maksiat akan
mudah melakukan maksiat-maksiat berikutnya. Setan akan semakin mudah
menjerumuskannya ke dalam jurang kemaksiatan yang lebih dalam lagi sehingga
pada akhirnya ia tenggelam dalam rangkaian kemaksiatan yang pernah ia lakukan.
Maka
segeralah bertaubat dengan taubat yang sebenar-benarnya. Putuslah rantai
kemaksiatan itu. Kembalilah kepada Allah rabb semesta alam. Bertaubatlah,
sebelum anda terjerumus lebih dalam lagi. Bertaubatlah, sebelum anda semakin
sulit keluar dari jurang kemaksiatan yang anda buat sendiri.
5. Kenikmatan yang didapatkan ketika bermaksiat adalah kenikmatan
yang semu dan sementara
Rasa
nikmat yang dirasakan ketika seseorang sedang bermaksiat adalah kenikmatan dan
kebahagiaan yang semu. Jika kita perhatikan para pelaku maksiat, maka akan kita
dapatkan hidup mereka tidak tenang, jauh dari kebahagiaan yang sejati. Kebahagiaan
yang sejati letaknya di dalam hati. Allah Sang Pemilik hati-lah yang mengetahui
hakikat dari kebahagiaan yang sebenarnya. Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman
“Barang
siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang
baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang
lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. an-Nahl: 97)
Kebahagiaan yang
sejati ada dalam keimanan dan amal shalih. Semakin bertambah keimanan kita,
semakin besar pula kebahagiaan kita. Semakin rajin kita beramal shalih ikhlas
karena Allah, semakin banyak pula kebahagiaan yang kita rasakan. Kebahagiaan
sejati juga dapat diraih dengan banyak-banyak berdzikir mengingat Allah. Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman
“Orang-orang
yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat)
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (QS. ar-Ra’du:28)
Sebaliknya,
jika kita disibukkan dengan kemaksiatan dan semakin jarang mengingat Allah,
maka dapat dipastikan kebahagiaan yang sejati tidak dapat kita rasakan. Yang
ada hanya rasa was-was, gelisah, dan ketidak nyamanan dalam jiwa.
6. Maksiat dapat mengurangi kadar keimanan
Sesuai
dengan keyakinan ahlus sunnah wal jama’ah, Iman dapat bertambah dan berkurang. Bertambah
dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Setiap maksiat yang dilakukan
oleh seseorang akan melemahkan kadar keimanannya.
Asy-Syaikh
Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullahu ta’ala dalam Syarah Lum’atil
I’tiqad mengatakan: “Dan
iman itu bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.”
- bersambung, insya Allah -
Disempurnakan
di Wisma Darush Shalihin, Yogyakarta, 6 Februari 2013, 21.00 WIB
Jempolll 4 artikelnya membuka hati,,, :-).
BalasHapusTerima kasih...
Hapus